top of page
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.

Wawancara Rully Shabara; Samasthamarta

Sudah hampir satu tahun semenjak Zoo merilis album Samasthamarta pada 14 Juli 2015. Zoo sendiri adalah band (untuk keperluan penulisan, setidaknya hanya saat ini saja, saya mohon maaf menggambarkan Zoo sebagai band) beraliran Math Rock (sekali lagi, saya mohon maaf sebesar-besarnya) dan memiliki corak tribal pada musiknya (saya benar-benar memohon maaf).

Sampai saat ini, Zoo sudah merilis tiga album (Trilogi Peradaban, Prasasti, dan Samasthamarta), satu mini album (Kebun Binatang), dan sebuah album akustik

Terdiri dari seorang vokalis, Rully Shabara Herman, seorang bassis, Dimas Budi Satya, seorang drummer, Bhakti Prasetyo, dan Ramberto Agozalie pada bedhug dan drum.

Setelah sebelumnya mengusung tema bahasa, kali ini Zoo menjadikan arsitektur sebagai landasan albumnya. Album ini pun, dapat di unduh dengan gratis di yesnowave, dan pada bookletnya terpapar rancangan kota fiktif yang dibuat oleh Zoo, bersama dengan proses kehancurannya.

Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan semenjak album inia muncul ke permukaan, dan semua pernyataan ini pada awalnya bersifat personal, tidak ada niatan sama sekali untuk dituliskan disini. Pertanyaan-pertanyaan dibawah, hanya menjadi sketsa bagi saya untuk mengetahui, apa itu Zoo, dan kemana arah Zoo bergerak.

Begitu s­­­­aya mengetahui Senyawa (Rully Shabara dan Wukir Suryadi) akan mengisi pertunjukan wayang burung di Kotabaru Parahyangan, saya langsung mengontak mas Rully dan membut daftar pertanyaan. Tidak terhitung berapa kertas yang saya habiskan (Sebenarnya bisa dihitung, lima lembar kertas berukuran A4, empat lembar kertas berukuran A5, dan selembar tisu) untuk memetakan album Samasthamarta dan Prasasti. Berikut adalah hasil wawancara dengan Rully Shabara, vokalis Zoo.

Mas Rully, bisa tolong ceritakan bagaimana proses terjadinya Samasthamarta ?

Sebelumnya pada Prasasti kan kita sudah mengulas masalah bahasa. Karena Zoo ini ingin membangun peradaban, maka setelah bahasa yang kita ambil adalah elemen arsitekturnya. Ke depannya, Zoo akan membahas elemen per elemen dari peradaban ini, agamanya, teknologinya, tata-negaranya, semua dipetakan sampai trilogi kebudayaan di 2025.

Visi Zoo sampai 2025

Lalu kenapa ada album iklim ? Kenapa iklim ditaruh diluar timeline ini ?

Karena peradaban pada akhirnya akan hancur oleh iklim (alam). Dengan adanya album iklim, dia (proyek ini) akan kembali ke awal dan membentuk lingkaran sempurna. Kalau hanya sampai trilogi kebudayaan, dia selesai begitu doang, ada putusnya (membentuk kurva). Kalau dia hancur, dia bakal balik lagi ke awal, ke trilogi peradaban dan akan membangun lagi dari awal, lalu membuat bahasa baru (lagi).

Berarti, setelah Iklim, Zoo akan berhenti ?

Proyek ini berhenti. Aku belum mikir sejauh itu, lihat ini saja dulu.

Kalau proses pemilihan monumen-monumen di album Samasthamarta ini bagaimana ?

Aku awalnya mikir, “wah ini lirik tentang arsitektur… gimana coba ?” Jadinya pusing. Aku ga mau tentang bangunan, Giza (misalnya), bercerita tentang bentuknya, garing. Aku harus ambil, bukan tentang aristekturnya, tapi tentang filosofi atau mitologi di balik bangunan itu. Karena biasanya sisa-sisa peninggalan itu, filosofi dibaliknya lah yang mengajarkan masyarakat di sekitar tempat itu, dari sistem moralnya dan kepercayaannya. Seperti di tempat-tempat pemujaan, filosofi dan mitologinya lebih penting dari tempat itu sendiri.

Dan cerita Samasthamarta kurang lebih dibangun berdasarkan mitologi dan sejarah yang kuciptakan sendiri. Sama (dengan lagu di dalamnya), setiap lagu itu (bercerita) tentang arsitektur , entah fiksi atau nyata, tapi tentang mitologinya.

Berarti, bisa dibilang Zoo ini bermain-main di ranah mitologi ?

Dalam album ini, besok (album selanjutnya) bisa beda lagi. Intinya hanya untuk melengkapi cerita ini yang (bermula) dari album prasasti. Sekarang orang melihatnya mungkin cuman, “ah biasa aja”. Tapi nanti, sepuluh tahun lagi, waktu keluar trilogi kebudayaan orang bakal berpikir , “Gila ini, berarti membangun peradaban pelan-pelan. “ Sekarang aksaranya mulai berkembang. Waktu di album kemarin (Prasasti), masih a,b,c (alfabet). Sekarang, aksaranya sudah ada panduannya, dimana menulis bisa disambung. Ini pun masih akan berkembang, besok (album selanjutnya) akan di sempurnakan lagi. Nanti juga akan ada bahasa oralnya.

Zugrafi tahap 2

Di lagu terakhir album Samasthamarta, ada lagu berjudul Bara Beduhur. Mengapa tidak memakai nama Borobudur yang lebih umum ?

Supaya orang tahu Borobudur itu awalnya Bara Beduhur. Intinya membuat pendengar atau pembaca lebh seksama untuk memperhatikan sesuatu. Kalau kita namai Borobudur, orang akan langsung tahu. Tapi kalau Bara Beduhur, pasti dia akan bertanya. Jadi nanti dia ada proses mencari dan mengetahui, jadi tidak sekedar dikasih.

Rancangan Kota Samasthamarta sendiri dibuat oleh JP Studio. Apa peran mas Rully dalam rancangan kota ini ?

Saya konsultasi ke mereka. “Aku pingin bikin gini loh.” Tapi dalam sudut pandang arsitektur kan ada aturan-aturannya, itu aku ga ngerti. Aku dapet masukan dari mereka, ”Oh bikin kota ga bisa gitu, harus begini.” Yaudah, mereka yang mengurus.

Kalau saya lihat di booklet Samasthamarta, tata-kota Samasthamarta sangat mirip dengan tata-kota Jawa, khususnya Yogyakarta dan Mataram, dimana ada pohon beringin sebagai pusat dari kota tersebut. Apa ke depannya proyek Zoo ini akan kuat dengan unsur lokal seperti ini ?

Engga juga, intinya album ini aku mikir gimana, secara logis, suatu kota itu hancur. Jadi aku runut, bagaimana sebuah peradaban bisa hancur, yaitu karena alam. Kita tidak bersinergi dengan alam. Simbolnya adalah beringin, beringin ini menopang seluruh kota, karena ia menyerap air. Begitu dia (beringin) ditebang untuk membangun yang lain. Dia pelan-pelan akan menggerogoti, dan di draft kota itu, kamu bisa lihat (proses) kehancurannya pelan-pelan secara ilmiah. Jadi ada penjelasannya. Memang album ini agak edan, cuman banyak yang tidak ngeh, (tertawa).

​​

Tahap-tahap kehancuran kota

Iya sih, awalnya saya juga waktu dengar merasa ada yang aneh sama albumnya. Waktu baca bookletnya baru sadar, wah sakit nih orang.

Karena yang dibilang tadi. Bisa saja album zoo nanti beda lagi, tidak peduli lagi sama musiknya. Sekarang yang penting bagaimana melengkapi setnya. Bisa saja besok musiknya gini (ronggeng).

Kalau melihat kondisi kota-kota sekarang, menurut saya pribadi sudah banyak yang memasuki tahap 2 atau bahkan tahap 3 Samasthamarta. Apa yang Zoo harapkan dari keluarnya album ini ?

Tidak ada. Kayaknya tidak ada harapan apa-apa. Dan kalaupun ada, tidak akan pengaruh apa-apa, aku tahu itu. Cuman kan, tugas sebagai seniman atau musisi adalah memberi sedikitpun yang aku bisa. Dengan ini paling engga waktu konsepnya selesa, orang bisa lihat ternyata peradaban itu dibangun dari sebuah kehancuran. Walau hancur, nanti akan dibangun lagi. Tapi prosesnya pedih, banyak yang harus dikorbankan.

Kebudayaan yang aku bangun nanti akan berbeda dengan yang sekarang (kebudayaan kita), karena (kebudayaan) kita berangkat dari nol kan, tapi peradaban yang aku bangun ini berangkat dari kebudayaan kita sekarang, tapi hancur. Dia punya memori tentang kehidupan kita sekarang, tapi sudah lewat. Ini cerita tentang kita di masa depan, setelah kiamat (post-apocalypse), jadinya sci-fi.

Nanti ada agama, aku bikin agama baru. Peradaban yang tadi itu membuat agama, tapi meneruskan cerita dari Samasthamarta kemarin. Aksaranya ditulis, alkitabnya pun dibuat dari aksara itu. Aku lagi mempelajari, bagaimana sih agama itu terbentuk ? Karena dari agama itu penting, untuk menuju perpecahan. Dimana kita pecah menjadi berbangsa-bangsa. Awalnya kan kita ini satu, karena ada agama, lalu pecah dan membangun banyak agama. Awal mula sebuah kemajuan dan kehancuran.

Sekarang saya akan kembali lagi ke Prasasti. Kalau dilihat, Album prasasti terbagi menjadi dua. Bagian lagu Kedo-kedo sampai Pemuja Hari, dan Pada Gunung sampai Natonto.Bagian pertama dimana masyarakatnya masih menghormati kekuatan alam, dan bagian kedua dimana masyarakat sudah kehilangan hormatnya. Apakah ada kontinuitas pada album ini yang lalu berlanjut ke Samasthamarta ?

Tidak kontinu juga, hanya nuansa di dalamnya. Karena dibikinnya pun tidak berurutan. Saat ada lagu baru, nantinya diurut agar lebih enak secara lirik dan musik

Lalu arti lagu Natonto itu sendiri apa ?

Natonto itu artinya adalah ‘Teranglah’. Esensi liriknya sama dengan Pemuja Hari.

Selain itu, saya melihat ada pemisahan di lagu-lagu tertentu. Seperti pada lagu Tanah Ibu dan Plaba Umak, dimana lagu Plaba Umak setahu saya hanya menceritakan bait awal dari lagu Tanah Ibu, kenapa dipisah ?

(Tertawa) Hebat kamu ya. Banyak sebenarnya orang yang denger Zoo itu cuman kayak , “Ah, gitu doang.” Ga diperhatiin. Tapi kalau diperhatiin, kita berputar, setiap yang aku bikin sebenernya ada detil-detilnya. Dibuat untuk nerd-nerd seperti kamu. Orang kalau nonton film-film marvel itu kan ada hal-hal kecil yang hanya diketahui sama orang yang menggali (Trivia). Seperti kalau di Breaking Bad, kan ada minuman yang ternyata dipakai dimana (di tempat lain).

Waktu Indonesia Net Audio Festival di IFI Bandung, saya ingat Mas Rully pernah ngomong Zoo itu bukan band Rock, tapi melayu. Kenapa ya ?

Kita kalau lihat band-band rock Indonesia, band-band indie terlebih. Kalau kamu lucutin musiknya, dia jatuhnya Rock and Roll. Band Indie apalagi, bentuk beanya, nadanya, kordnya, semuanya Rock and Roll.

Zoo, kalau kamu lucutin, meskipun aneh, pertama kamu lucutin distorsinya, terus vokal yang teriak-teriaknya. Jadinya musik melayu. Beatnya ga ada yang Rock n Roll, adanya yang tradisional, seperti melayu. Dari nyanyinya, nadanya, semuanya melayu, karena emang awalnya dibuat melayu, baru ditambahin distorsi dan lain-lain. Makanya dikeluarkan album akustik. Album ini bertujuan untuk memperlihatkan, ini loh, Zoo kalo ga ada distorsi, ga ada efek, ga ada macem-macem, jadinya melayu. Dan ga ada salahnya. Salahnya adalah karena band melayu yang ada di televisi memberi contoh yang buruk.

Bisa ga saya berasumsi begini, kalau Zoo ingin membuat lingkaran, dan Trilogi Peradaban adalah hitungan mundur (Neolithikum, Mesolithikum, Paleolithikum), nanti Trilogi Peradaban bakal hitungan maju ?

Aku belum tahu, tapi aku berharap, di trilogi kebudayaan semuanya sudah jelas. Sudah ada sistem hukumnya seperti apa, perekonomiannya seperti apa, sistem tata negaranya seperti apa. Aku berharap peradabannya sudah jelas.

Oke, pertanyaan terakhir saya ini sih. Mas Rully makannya apa ya ?

[Tertawa] Ya kalo di Bandung makannya batagor.

Wawancara ini dilakukan di Bale Pare Kota Baru Parahyangan, 7 Mei 2016

 

Riszky Maulana Fahreza is a student, professional slacker, and occult enthusiast in his spare time. Currently lives in Bandung and attend Maranatha Christian University although his deep wish is to study at Unseen University in Ankh-Morpork and perform The Rite of AshkEnte

bottom of page